EDISI AMFIBI : Duttaphrynus melanotictus

Hari Senin, banyak orang mengeluh ketika hari Senin datang, terutama bagi orang yang bekerja kantoran. Namun bagi freelancer, nama kerennya serabutan, seperti saya, hari senin tidak ada bedanya dengan hari-hari yang lainnya. Setelah saya resmi menjadi freelancer pada 22 Oktober 2015 semua hari adalah sama, bahkan saya kadang saya lupa tentang hari atau tanggal. Hal yang menjadi patokan untuk menentukan hari adalah hari Kamis, yaitu saat jadwal komik One Piece keluar. ha ha ha. Mungkin itu adalah sedikit curhatan dari seorang freelancer dan kembali saatnya untuk latihan menulis sambil mengisi waktu yang semakin lama semakin cepat berlalu.

Duttaphrynus melanotictus
(Foto oleh Green Community Biologi UNNES)

Masih mengulas tentang materi yang ada dokumentasinya di leptop, yaitu Amfibi. Amfibi yang akan saya ulas kali ini adalah Kodok Buduk atau Kodok Kolong, atau nama ilmiahnya Duttaphrynus melanotictus. Kodok yang satu ini adalah kodok yang sangat umum ditemukan dan hampir dapat ditemukan di seluruh Indonesia. Kodok ini memiliki persebaran yang luas dari Pakistan hingga Nepal, Bangladesh, India, Srilangka, Cina Selatan, Myanmar, Laos, Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia, Singapore dan Indonesia. Di Indonesia, kodok ini merupakan hewan asli Pulau Kalimantan, Sumatra, Jawa, dan Natuna. Namun kodok ini juga mulai ditemukan di berbagai pulau di Indonesia. 

Duttaphrynus melanotictus memiliki ciri-ciri permukaan kulit kasar, kering dengan banyak tonjolan di permukaan kulitnya. di belakang mata kodok ini terdapat tonjolan besar/kelenjar paratoid yang berbentuk memanjang. Ciri-ciri yang khas dari kodok ini adalah adanya pola garis hitam yang melingkari matanya hingga ke hidung. Warna permukaan tubuhnya cenderung coklat tua hingga kehitaman dan dalam beberapa kasus terdapat warna kemerahan di tubuh bagian atasnya. Ukuran kodok dewasa ini berkisar antara 57-83 mm untuk jantan dan 65-85 mm untuk betina. Kodok ini juga mengeluarkan kelenjar racun berwarna putih yang berbau tidak sedap dari tonjolan-tonjolan di permukaan tubuhnya. Namun racun ini tidak berbahaya bagi manusia, racun ini digunakan untuk menghindari predator yang akan memangsanya.

Di Purbalingga kodok ini dapat ditemukan hampir di semua daerah pada ketinggan kurang dari 2000 m. Kodok ini sering ditemukan di kolam air untuk meletakkan telurnya. Kodok ini juga sering ditemukan di lubang-lubang di bawah tanah.
Share on Google Plus

About ardi

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments :

Post a Comment